Lagi, soal komoditas unggulan (bagian 2)
Hari ini, dalam wawancara dengan Kompas, Menteri Perdagangan Mari Pangestu memberikan petunjuk maksud dia tentang "komoditas unggulan" yang begitu berbeda dengan pengertian banyak departemen teknis dan analis (seperti dalam tulisan analis yang saya bahas di sini)...:
Sebagai ekonom, saya tetap skeptis terhadap upaya memilih 10 sektor untuk mendapatkan "perlakuan khusus" (baca: fasilitasi, bukan subsidi). Namun, saya juga memaklumi bahwa sebagai pembuat kebijakan, ada kebutuhan politis untuk menunjukkan sesuatu yang nyata dalam jangka pendek. Penentuan sektor prioritas yang tidak disubsidi melainkan difasilitasi mungkin menjadi pilihan second-best.
Hanya saja, saya agak terganggu dengan jawaban Mari tentang TPT. Katanya:
Pemerintah tak punya lagi subsidi. Tetapi pemerintah sebaiknya memfasilitasi dari segi kebijakan...Kalau ada yang menghambat atau dianggap tidak sesuai, itu tugas kita. Demikian juga kalau diperlukan prasarana umum. Tetapi yang lebih penting stakeholder-nya. Maka itu dalam action plan semua stakeholder kita libatkan.Dia lalu memberikan contoh:
Seperti dalam kasus kakao, dua asosiasi yang belum tentu memiliki cara pandang sama—karena yang satu trader dan satunya producers—kita undang.Inilah suara ekonom par excellence yang mengenali batasan kemampuan pemerintah dan secara realistis bergerak dalam batasan tersebut dengan mengambil fungsi sebagai sekadar "fasilitator kebijakan". Harapan saya, departemen lainnya—terutama Departemen Keuangan yang, konon, begitu antusias ingin memberikan perlakuan khusus bagi 10 sektor itu—mengambil posisi serupa tentang komoditas unggulan.
Kita berusaha kumpulkan semua. Kita sepakati dulu kita maunya apa. Pada akhirnya, kita sepakat bahwa tanpa ada perbaikan mutu dari biji kakaonya, percuma membawa ke processing. Kalau bahan bakunya saja belum baik, bagaimana kita akan beranjak ke processing.
Jadi kita sudah sepakat bekerja sama meningkatkan (mutu). Ada beberapa langkah yang sedang kita rumuskan dengan Deptan dan tentunya melibatkan komisi kakao.
Sebagai ekonom, saya tetap skeptis terhadap upaya memilih 10 sektor untuk mendapatkan "perlakuan khusus" (baca: fasilitasi, bukan subsidi). Namun, saya juga memaklumi bahwa sebagai pembuat kebijakan, ada kebutuhan politis untuk menunjukkan sesuatu yang nyata dalam jangka pendek. Penentuan sektor prioritas yang tidak disubsidi melainkan difasilitasi mungkin menjadi pilihan second-best.
Hanya saja, saya agak terganggu dengan jawaban Mari tentang TPT. Katanya:
Di TPT juga sudah mulai ada kesepakatan. Intinya, kita tidak akan bisa bersaing di upstream-nya kalau tidak ada restrukturisasi mesin. Jadi ya itu yang akan kita lakukan. Untuk garmen mungkin larinya lebih ke medium dan hi-end.Siapa "kita" yang dimaksud di sini? Pemerintah? Tidak jelas mengapa pemerintah harus ikut-ikutan terlibat restrukturisasi mesin yang mendatangkan private gains bagi pengusaha itu sendiri. Jawaban ini cenderung menuju ke arah pendekatan "subsidi", bukan "fasilitasi". Jika memang penghambatnya adalah kebijakan pemerintah (seperti kebijakan bea masuk, atau restitusi pajak, misalnya) upaya menanganinya tidak perlu secara sektoral. Toh, semua butuh perbaikan tersebut.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home