Memperbaiki kualitas manusia Indonesia
Indonesian Human Development Index (IHDI) menunjukkan masih buruknya kualitas pembangunan manusia serta pelayanan sosial di Indonesia. Ini berarti butuh peningkatan investasi untuk hal-hal seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Tapi haruskah semuanya dibebankan langsung ke anggaran pemerintah?
Setidaknya sampai dengan 2006, pemerintah kemungkinan belum mampu meningkatkan pengeluarannya secara signifikan, mengingat amat terbatasnya keleluasaan anggaran pemerintah. Pada 2006 pun, masih dibutuhkan kehati-hatian anggaran, mengingat ada begitu banyak prioritas pembangunan lain yang perlu diperhatikan, seperti infrastruktur fisik dan suplai listrik, misalnya.
Dalam keterbatasan ini, sudah waktunya pemerintah mempermudah partisipasi swasta agar beban penyediaan pelayanan sosial tak harus langsung membebani anggaran. Selain itu, perluasan partisipasi swasta dan komunitas akan mendekatkan ‘investor’ pada ‘objek investasinya’ sehingga kemungkinan akan meningkatkan efektivitas investasi.
Untuk memperluas partisipasi, pemerintah perlu membuka kesempatan bagi investasi, asing maupun lokal, di sektor-sektor pelayanan yang memberikan keuntungan, seperti kesehatan dan pendidikan. Biarkan swasta membangun di tempat-tempat yang ‘menguntungkan’ sehingga anggaran pemerintah yang ada bisa difokuskan di tempat-tempat yang ‘kurang menguntungkan’ alias daerah-daerah yang lebih miskin.
Selain itu, cara lain mendorong swasta berpartisipasi membangun manusia Indonesia adalah dengan memberikan insentif. Di banyak negara lain, upaya-upaya filantropis korporasi mendapatkan insentif dengan pengurangan pajak.
Dengan kapasitas pengumpulan dan pengawasan pajak yang semakin membaik, pemerintah perlu mempertimbangkan serius untuk melakukan pengurangan pajak untuk tindakan filantropis. Insting saya, ini akan meningkatkan investasi sosial tanpa secara signifikan membebani pajak, dan pada saat yang sama, akan mengurangi kebutuhan implementasi proyek secara birokratis - dan cenderung 'bocor' di mana-mana.
Setidaknya sampai dengan 2006, pemerintah kemungkinan belum mampu meningkatkan pengeluarannya secara signifikan, mengingat amat terbatasnya keleluasaan anggaran pemerintah. Pada 2006 pun, masih dibutuhkan kehati-hatian anggaran, mengingat ada begitu banyak prioritas pembangunan lain yang perlu diperhatikan, seperti infrastruktur fisik dan suplai listrik, misalnya.
Dalam keterbatasan ini, sudah waktunya pemerintah mempermudah partisipasi swasta agar beban penyediaan pelayanan sosial tak harus langsung membebani anggaran. Selain itu, perluasan partisipasi swasta dan komunitas akan mendekatkan ‘investor’ pada ‘objek investasinya’ sehingga kemungkinan akan meningkatkan efektivitas investasi.
Untuk memperluas partisipasi, pemerintah perlu membuka kesempatan bagi investasi, asing maupun lokal, di sektor-sektor pelayanan yang memberikan keuntungan, seperti kesehatan dan pendidikan. Biarkan swasta membangun di tempat-tempat yang ‘menguntungkan’ sehingga anggaran pemerintah yang ada bisa difokuskan di tempat-tempat yang ‘kurang menguntungkan’ alias daerah-daerah yang lebih miskin.
Selain itu, cara lain mendorong swasta berpartisipasi membangun manusia Indonesia adalah dengan memberikan insentif. Di banyak negara lain, upaya-upaya filantropis korporasi mendapatkan insentif dengan pengurangan pajak.
Dengan kapasitas pengumpulan dan pengawasan pajak yang semakin membaik, pemerintah perlu mempertimbangkan serius untuk melakukan pengurangan pajak untuk tindakan filantropis. Insting saya, ini akan meningkatkan investasi sosial tanpa secara signifikan membebani pajak, dan pada saat yang sama, akan mengurangi kebutuhan implementasi proyek secara birokratis - dan cenderung 'bocor' di mana-mana.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home